Menurut Francois, terganggunya rantai pasokan dan perdagangan global ini berdampak pada prospek investasi di banyak negara. Hal ini akan mendorong perusahaan multinasional mencari solusi untuk membangun ketahanan baru dengan merelokasi atau melakukan diversifikasi ke Asia Tenggara.
“Saya kira ini akan menjadi relokasi permanen, karena akan banyak upaya dan tantangan dalam membangun basis produksi baru atau memindahkan rantai pasokan seperti di sektor otomotif. Artinya, ada peluang besar untuk investasi baru di Indonesia sebagai basis produksi berikutnya di kawasan ASEAN,” ungkapnya.
Dia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki sumber daya yang sangat besar dan pasar yang luas. Bahkan, Bank Dunia menempatkan Indonesia sebagai negara investasi terbaik ke-4 setelah Kroasia, Thailand, dan Inggris. Tak hanya itu, Indonesia berada di peringkat pertama dalam investasi manufaktur ritel*.
Selain itu, kata Francois, pandemi telah memaksa mereka yang lebih konservatif dalam mengadopsi teknologi idigital menjadi lebih terbuka untuk beradaptasi dengan model operasional baru.
Studi terakhir HSBC Navigator: Building Back Better menunjukkan hampir dua pertiga (64%) bisnis-bisnis di Indonesia setuju bahwa masa-masa sulit ini membuat aktivitas bisnis lebih memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan cara mereka bekerja.
“Ini adalah proporsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan semua pasar (44%). Keduanya memberikan kesempatan bagi kami untuk memainkan peran kami dalam mempromosikan dan menarik FDI (foreign direct investment) atau penanaman modal asing langsung ke Indonesia. Antara lain melalui Economic Outlook Event seperti yang kami selenggarakan hari ini,” katanya.